Adanya pemangkasan Tarif Batas Atas (TBA) sebesar 15 persen yang diberlakukan oleh Kementerian Perhubungan diakui Garuda Indonesia sebagai salah satu faktor sulitnya maskapai BUMN ini meraup keuntungan.
Tidak seperti kuartal pertama Januari-Maret 2019, Garuda Indonesia mampu meraup untung sebesar US$20 juta. Sementara itu, dengan adanya aturan tersebut, membuat Garuda Indonesia harus memberlakukan beberapa alternatif agar kembali bisa meraup untung.
“Harga untuk TBA yang 15 persen memang growth Garuda Indonesia di kuartal I sejumlah US$20 juta jadi terhambat, karena batas dari harganya yang tadinya Rp1 juta jadi Rp800 ribu,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda, Fuad Rizal di kawasan Garuda City Center, Tangerang, Jumat, 26 Juli 2019.
Aturan yang berlaku sejak Mei ini, membuat pihaknya memberlakukan sejumlah alternatif baru seperti, memangkas rute-rute sepi baik itu domestik maupun internasional. Salah satunya dengan rute Denpasar-London yang saat ini telah ditutup.
“Rute langsung Denpasar-London harus kita tutup untuk efisiensi di mana saat ini yang siasati dengan membuka transit menjadi Denpasar-Medan-London. Tapi, untuk rute-rute gemuk atau yang memiliki permintaan cukup tinggi, tidak kami tutup,” ujarnya.
Terkait dengan keuntungan atau kerugian dari maskapai Garuda Indonesia sejak adanya aturan itu, Fuad menegaskan belum bisa memaparkan.
“Pemberlakuan aturan itu kan masuk di kuartal kedua dan belum bisa kami paparkan, karena harus melalui prosedural. Intinya, kami harus tetap menjaga stabilitas bisnis Garuda Indonesia dengan peraturan atau kebijakan saat ini,” ungkapnya.